Reformasi Besar Romawi & Pasukan Keledai Marius
Kekurangan prajurit dan ancaman setengah juta orang barbar dari utara membuat Senat memilih Marius sebagai Konsul. permusuhan diantara mereka dikesampingkan demi kepentingan negara. apabila sebelumnya Marius selalu mengalami diskriminasi sebagai minoritas dan bukan orang asli Romawi, sekarang ia menerima dukungan penuh dari pemerintahan. Marius segera melakukan sebuah reformasi yang konsepnya sudah dimatangkan dalam perang Jugurtha.
Sebelumnya di padang Afrika Utara satu-satunya cara bagi Romawi untuk mengejar lawan mereka adalah dengan bertempur mengikuti cara orang Numidia. ia tinggalkan rombongan kereta logistik yang lamban dan memaksa pasukannya untuk bergerak berhari-hari hanya dengan bekal air dan roti yang bisa mereka bawa. gaya hidup nomaden membuat pasukannya mampu bergerak selincah Jugurtha dan karenanya mampu menjebak pasukan lawan berkali-kali.
Pelajaran pada perang terdahulu membuat Marius yakin untuk tidak mengandalkan kereta logistik yang membuat pergerakan pasukannya lamban. sebagai gantinya ia membuat pasukannya membawa semua hal yang mereka butuhkan sendiri di tubuh masing-masing prajurit. penggunaan hewan beban berkurang drastis dan legiuner dibiasakan membawa tas besar yang berisi bekal makanan, air minum, alat masak, selimut, peralatan tenda, baju ganti dan tombak ekstra.
Hal ini membuat pasukannya dijuluki sebagai Keledai Marius karena sebelumnya urusan membawa beban adalah pekerjaan keledai. tetapi Marius tidak bergeming bahkan ketika prajuritnya mengeluh. ia melatih mereka dengan keras agar terbiasa membawa beban tersebut dengan berjalan hingga 30 km dalam sehari. hal ini membuat pergerakan pasukannya lincah dan tidak bergantung dengan prasarana jalan serta pengamanan yang dibutuhkan untuk kereta logistik.
Reformasi juga menyentuh sistem atau formasi manipular Romawi. pembagian barisan menjadi hastati, principes, triarii seringkali menimbulkan celah yang dieksploitasi lawan. selain itu sistem ini memiliki perbedaan kemampuan antar barisan dan sangat bergantung dengan mekanisme pergantian barisan. ketika menghadapi lawan yang lebih agresif formasi ini terkadang berantakan sehingga tidak mampu melakukan pergantian barisan.
Padahal keunggulan dari manipular adalah sinergi antar ketiga barisan utama ditambah dengan infantri ringan. velites (infantri ringan) menjadi provokator dengan melempar lembing, panah atau ketapel. setelah lawan menyerang maka valites akan akan mundur ke dalam formasi dan lawan akan berhadapan dengan barisan hastati. terdiri dari prajurit muda yang bersemangat yang mampu menguras tenaga lawan dalam adu dorong, adu teriak dan adu senjata.
Hastati dilengkapi dengan perlengkapan tempur yang ringan sehingga tidak mudah lelah dan bisa mundur dengan cepat. mundurnya hastati dengan segera akan digantikan oleh barisan principes. terdiri dari para prajurit veteran yang bersenjata dan berpelindung lengkap. mereka adalah komponen terbesar dalam pasukan Romawi dan merupakan inti dari kekuatan tempurnya. serangan principes diharapkan dapat memukul barisan lawan yang sudah keletihan.
Apabila perlawanan masih alot maka principes bisa mundur dan digantikan oleh barisan ketiga yakni triarii. barisan ketiga bukan pemain cadangan tetapi merupakan pasukan elit Romawi terdiri dari veteran berbagai pertempuran yang sudah kenyang makan asam garam dunia kemiliteran. secara individu maupun kolektif kemampuan tempur mereka jauh di atas rata-rata. pengalaman mereka bisa membuat lawan terkejut dengan keahlian bertarung yang tidak biasa.
Hal ini memberi waktu bagi principes untuk bernafas karena walaupun hebat tetapi barisan triarii sudah berumur sehingga staminanya tidak lagi sebaik anak muda. pada kondisi ideal lawan akan patah semangat ketika menghadapi triarii yang segar dan mematikan sehingga melarikan diri. mereka akan dikejar oleh hastati serta velites untuk mencegah regrouping di pihak lawan. sistem ini tampak canggih tetapi terlalu mengandalkan pada keutuhan formasi .
Apabila digunakan melawan phalanx ala yunani di tanah lapang dan datar tentu formasi semacam ini bisa bertahan dan berfungsi secara optimal. namun melawan Hannibal, Jugurtha ataupun Cimbri yang jauh lebih agresif dan bertempo cepat, formasi Romawi seringkali terjepit dan hancur tanpa mampu melakukan mekanisme pergantian barisan secara optimal. akibatnya ribuan prajurit di dalamnya tidak mampu bertempur secara layak dan jumlah mereka hanya menjadi beban.
Diawali dengan barisan velites yang segera lari karena lawan langsung menyerbu dengan cepat. mereka tidak bisa menggunakan senjata lempar mereka dengan optimal. lalu hastati langsung adu bentrok dengan garis depan lawan yang memiliki kemampun individu dan pengalaman di atas mereka sehingga dengan mudah kewalahan. mereka bisa mundur tetapi dihantam dan dikejar sedemikian rupa sehingga principes yang menggantikan tidak memiliki ruang gerak.
Bukannya pergantian, yang terjadi adalah barisan hastati didorong mundur kemudian terjepit oleh principes yang tidak bisa mengambil alih pertempuran karena rusaknya formasi. keduanya kemudian didesak tanpa mampu melakukan perlawanan efektif karena terlalu rapat tanpa ruang untuk bertempur. akibatnya barisan terdepan kelelahan tetapi tidak bisa mundur, banyak yang tewas sementara yang di belakangnya hanya bisa melihat sambil berdesak-desakan.
Barisan ketiga yakni triarii pun ketika maju untuk menyelamatkan inti pasukan terpaksa berdesak-desakkan sehingga sudah keletihan sebelum menghadapi lawan. akibatnya performanya melorot drastis dan tidak bisa memberikan waktu yang cukup bagi principes untuk beristirahat, terkadang mereka justru terjebak bersama-sama dengan velites dan hastati yang tidak berani bergerak ke luar formasi karena desakan lawan dari segala sudut.
Kelemahan ini diketahui oleh para veteran dan mereka sudah merumuskan beberapa ide namun tidak ada yang berani mengambil risiko melawan tradisi. Marius menjadi pelopor dengan mengajukan sistem baru yang akan menggantikan sistem manipular. dinamakan sistem cohort yang jauh lebih simple dan lincah karena tidak tergantung dengan mekanisme pergantian barisan. 100 prajurit membentuk centuria. 6 centuria membentuk sebuah cohort (600 orang).
Sepuluh cohort membentuk satu Legion, dengan perhitungan 10 cohort x 6 centuria x 100 orang didapatkan 6000 prajurit. tidak hanya soal formasi kali ini untuk pertama kalinya semua prajurit Romawi diberikan latihan dan peralatan yang sama. hal ini membuat keahlian tempur setiap prajurit seragam. untuk kemudahan komando setiap cohort diberikan panji mereka sendiri yang memudahkan anggotanya untuk mengetahui dimana posisi mereka seharusnya berada.
Selain dari mengetahui posisi yang diinginkan oleh komandannya, panji tersebut juga berguna sebagai rallying point ketika terdesak. dalam pertempuran yang sengit dimana cohort mereka tampak berantakan dan kehilangan kohesi maka setiap anggotanya akan berusaha berkumpul di sekitar panji tersebut untuk membentuk barisan dan kembali bertahan. di sana terdapat para senior dan perwira menengah yang mampu melakukan perubahan taktik dan memompa semangat.
Ke 10 cohort itu sendiri berpedoman pada satu panji legion yang dinamakan aquila yang berarti elang. kemanapun elang tersebut bergerak maka ke 10 cohort berkekuatan 6000 orang akan selalu mengikuti. dalam perang ketika panji tersebut tidak bergerak maka setiap cohort paham bahwa mereka diharapkan terus bertahan. ketika cohort mereka hancur sekalipun mereka yang tersisi akan berkumpul kembali di sekitar aquila untuk membentuk lapisan pertahanan selanjutnya.
Bukan sekedar cari selamat, cohort pertama penjaga Aquila memang berkekuatan double dari cohort pada umumnya. mereka juga berisi pasukan terbaik dari seluruh legion dan yang terpenting pemimpin legion ada di sana sehingga mampu melakukan perubahan strategi yang dibutuhkan. dengan kekuatan extra, prajurit terbaik dan komando yang utuh maka mereka memiliki kemampuan untuk membalik keadaan atau setidaknya mampu mundur secara teratur.
Dalam keadaan gawat sekalipun semua anggota cohort akan berusaha bertahan, tidak melarikan diri secara sporadis karena diajarkan bahwa aquila merupakan simbol kehormatan setiap legion. kehilangan aquila akan membuat prajurit veteran yang selamat sekalipun belum tentu diterima atau dihormati oleh prajurit legion lainnya. bukan hanya urusan malu dan penolakan semata tetapi hal ini juga tercermin pada bayaran dan jatah makan yang mereka terima.
Anggota legion yang kehilangan aquilanya akan diperlakukan sebagai prajurit kelas 2 dengan makanan yang buruk dan bayaran yang jauh lebih miris. mereka ataupun pemerintah Romawi hanya dapat menebusnya dengan merebut kembali aquila tersebut dari tangan musuh. apabila pada perang berikutnya aquila tersebut tidak dapat dirampas kembali maka legion naas tersebut lumrah mendapat tugas menjaga daerah terasing yang paling tidak nyaman dan terlantar.
Masalah kehormatan, bayaran, makanan dan masa depan membuat seluruh 6000 anggota legion termotivasi untuk bertempur secara maksimal. walaupun dalam situasi terdesak tetapi mereka diharapkan mampu mundur secara teratur dengan aquilanya. bagi komando pusat hal ini berarti setiap legion tanpa diperintah mampu bertempur secara maksimal dan mundur apabila terpaksa sehingga mencegah pelarian masal yang bisa membuat gentar legion lainnya.
Sistem Cohort meringankan beban komando pusat dengan membuat setiap legion lebih mandiri. apalagi jumlah 600 prajurit di tiap cohort membuatnya memiliki man power yang cukup untuk menghadapi serangan dari depan dan kedua sisi sekaligus. serangan melambung lawan pada sisi kanan/ kiri yang dahulu begitu mematikan sekarang dapat diserap dan di counter dengan baik karena kesamaan kemampuan prajurit di depan, tengah, belakang ataupun sisi samping.
Arsitektur cohort yang dibuat mampu independen membuat penggunaannya lebih luwes. ke 10 Cohort bisa dibagi untuk tugas yang berlainan tanpa harus kehilangan kohesi atau kemampuan tempurnya secara tidak proporsional. beberapa legion dapat dilebur menjadi satu kesatuan besar atau satu legion dapat membelah diri menjadi banyak cohort untuk menjebak lawan. hal ini dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus kehilangan elemen penggebuk atau bertahan.
Apalagi kerusakan di satu cohort tidak berdampak pada kekuatan tempur ataupun moril dari cohort lainnya. setiap cohort juga mampu melakukan rotasi satuan yang letih tanpa harus merusak keseluruhan formasi tempur, hal ini diputuskan oleh kepala cohort secara mandiri. demikian juga legion dapat melakukan hal yang sama pada cohort yang keletihan. hal ini membuat keletihan perang dapat terbagi secara merata sehingga rasio keselamatan semakin membaik.
Bisa dikatakan militer Romawi yang baru lebih siap dan fleksibel untuk segala jenis perang baik yang bertempo cepat agresif maupun yang lambat dan cenderung pasif bertahan. sekarang mereka mampu marching secara kilat, melakukan serangan dadakan, membuat tipuan dan juga jebakan dalam pertempuran. sesuatu yang sulit mereka lakukan sebelumnya. hal ini membuka banyak kesempatan bagi sang Konsul agar dapat mengalahkan lawan yang berjumlah lebih besar.
Tentu semua hal di atas hanya berguna apabila Romawi memiliki prajurit yang cukup untuk mengisi legion-legion miliknya. pada waktu itu populasi mereka belum pulih setelah puluhan tahun terlibat dalam perang Punic 1, 2 dan 3 yang ditebus dengan pengorbanan 1/2 juta prajurit. lalu banyak perang lainnya seperti Jugurtha dan kekalahan besar di Noreia dan Arausio yang mengorbankan 100 ribu jiwa. memahami hal ini Marius melonggarkan syarat masuk keprajuritan.
Hal ini nantinya disebut sebagai faktor terpenting dalam Reformasi Marius dimana syarat harus memiliki sebidang tanah agar dapat menjadi prajurit dihapuskan. sekarang semua warga Romawi dari berbagai lapisan sosial bisa ikut serta menjadi prajurit. tidak hanya meniadakan syarat kepemilikan lahan, Marius justru menjanjikan sebidang tanah kepada mereka agar setiap prajurit yang pensiun bisa hidup layak sebagai warga kelas menengah.
Selain menambah penduduk yang bisa direkrut, Marius juga berniat mencari calon prajurit yang secara fisik dan mental mampu tetapi terhalang oleh syarat kepemilikan tanah dan tidak mampu membeli perlengkapannya sendiri. dengan reformasi ini mereka diberikan peralatan oleh negara selama masa tugas. hal ini membuat banyak kaum menegah bawah yang bisa masuk ke dalam keprajuritan sehingga membuat pasukan Romawi lebih tahan banting.
Peralatan tempur juga distandarkan sehingga setiap infantri atau legiuner entah tua, muda, berpengalaman atau tidak, anak pejabat atau bukan semua tetap menggunakan perlindungan dan senjata yang seragam kualitasnya. pedang Gladius bermata 2 ala Hispania menjadi senjata standar, lalu Scutum yakni perisai besar berbentuk oval yang khas, helm perunggu, armor Lorica Hamata (ringmail) yang terkenal unggul, dan beberapa buah Pillum atau lembing lempar infantri.
Semua hal di atas membuat pasukan Marius lebih profesional daripada citizen-soldier yang biasa digelar. sebisa mungkin ia buat mereka layaknya prajurit karier dengan kesempatan berdinas ulang hingga usia pensiun sejauh yang dimungkinkan oleh konstitusi Romawi. hal ini bertujuan untuk menjaga kemampuan pasukannya agar tidak hilang seiringan dengan berakhirnya masa dinas. Marius sendiri hidup di tengah-tengah mereka sebagai penyemangat.
Dengan cepat Marius merebut hati prajurit baru, sebagai Konsul ia makan, tidur, dan bekerja bersama mereka. bahkan ia ikut serta dalam berbagai kegiatan kasar seperti menggali parit atau mendirikan tembok. metode leading by example membuat pasukannya rela mematuhi komandonya. rakyat Roma dibuat kagum melihat pasukan Romawi hasil reformasi yang jarang mengeluh ketika diminta bekerja keras sehingga memberikan julukan baru Keledai Bisu Marius.
Hal yang sangat mengesankan karena citizen-soldier Romawi sebelumnya terkenal berisik dan tidak memiliki disiplin sebaik pasukan kerajaan yang tunduk terhadap jendral atau raja mereka. pasukan Romawi dikenal banyak mengeluh karena merasa sebagai warga yang menghabiskan masa dinas dan bukan prajurit beneran. hal ini diperparah dengan hak berpolitik sehingga di camp militer sekalipun mereka bisa demo dan membangkang terhadap keputusan pimpinan.
Selagi Marius sibuk melatih pasukannya, pasukan besar Cimbri ternyata mengarah ke barat dan berperang melawan orang Gallia. mereka merasa bahwa suku lain lebih mudah untuk ditaklukan daripada Romawi. perubahan ini membuat Marius memiliki waktu yang cukup untuk bersiap. satu tahun lewat, dua tahun lewat dan belum terjadi apa-apa. selama itu Marius terus terpilih sebagai Konsul karena mampu menjaga dukungan terhadap dirinya.
Baik warga Roma ataupun pasukannya tetap mempercayainya dan reformasi yang dijalankannya. mereka berharap semua itu mampu untuk membendung suku Cimbri ketika saatnya tiba. akhirnya pada tahun ke 3 Marius mendapat kabar yang ia tunggu. pasukan Cimbri kembali bergerak. benar saja kali ini mereka mengarah ke dataran italia. perang penentuan nasib Republik Romawi akan segera dimulai dengan Marius dan keledai bisunya sebagai ujung tombak.
Bersambung ke Perang Hidup Mati Republik Romawi
Marius di atas kereta kuda disambut dengan meriah, Jugurtha yang dikalahkan berjalan di depannya |
Sebelumnya di padang Afrika Utara satu-satunya cara bagi Romawi untuk mengejar lawan mereka adalah dengan bertempur mengikuti cara orang Numidia. ia tinggalkan rombongan kereta logistik yang lamban dan memaksa pasukannya untuk bergerak berhari-hari hanya dengan bekal air dan roti yang bisa mereka bawa. gaya hidup nomaden membuat pasukannya mampu bergerak selincah Jugurtha dan karenanya mampu menjebak pasukan lawan berkali-kali.
Pelajaran pada perang terdahulu membuat Marius yakin untuk tidak mengandalkan kereta logistik yang membuat pergerakan pasukannya lamban. sebagai gantinya ia membuat pasukannya membawa semua hal yang mereka butuhkan sendiri di tubuh masing-masing prajurit. penggunaan hewan beban berkurang drastis dan legiuner dibiasakan membawa tas besar yang berisi bekal makanan, air minum, alat masak, selimut, peralatan tenda, baju ganti dan tombak ekstra.
Hal ini membuat pasukannya dijuluki sebagai Keledai Marius karena sebelumnya urusan membawa beban adalah pekerjaan keledai. tetapi Marius tidak bergeming bahkan ketika prajuritnya mengeluh. ia melatih mereka dengan keras agar terbiasa membawa beban tersebut dengan berjalan hingga 30 km dalam sehari. hal ini membuat pergerakan pasukannya lincah dan tidak bergantung dengan prasarana jalan serta pengamanan yang dibutuhkan untuk kereta logistik.
Reformasi juga menyentuh sistem atau formasi manipular Romawi. pembagian barisan menjadi hastati, principes, triarii seringkali menimbulkan celah yang dieksploitasi lawan. selain itu sistem ini memiliki perbedaan kemampuan antar barisan dan sangat bergantung dengan mekanisme pergantian barisan. ketika menghadapi lawan yang lebih agresif formasi ini terkadang berantakan sehingga tidak mampu melakukan pergantian barisan.
Salah satu formasi dasar manipular, perhatikan gap atau ruang kosong diantara barisan sebagai ruang gerak |
Padahal keunggulan dari manipular adalah sinergi antar ketiga barisan utama ditambah dengan infantri ringan. velites (infantri ringan) menjadi provokator dengan melempar lembing, panah atau ketapel. setelah lawan menyerang maka valites akan akan mundur ke dalam formasi dan lawan akan berhadapan dengan barisan hastati. terdiri dari prajurit muda yang bersemangat yang mampu menguras tenaga lawan dalam adu dorong, adu teriak dan adu senjata.
Hastati dilengkapi dengan perlengkapan tempur yang ringan sehingga tidak mudah lelah dan bisa mundur dengan cepat. mundurnya hastati dengan segera akan digantikan oleh barisan principes. terdiri dari para prajurit veteran yang bersenjata dan berpelindung lengkap. mereka adalah komponen terbesar dalam pasukan Romawi dan merupakan inti dari kekuatan tempurnya. serangan principes diharapkan dapat memukul barisan lawan yang sudah keletihan.
Apabila perlawanan masih alot maka principes bisa mundur dan digantikan oleh barisan ketiga yakni triarii. barisan ketiga bukan pemain cadangan tetapi merupakan pasukan elit Romawi terdiri dari veteran berbagai pertempuran yang sudah kenyang makan asam garam dunia kemiliteran. secara individu maupun kolektif kemampuan tempur mereka jauh di atas rata-rata. pengalaman mereka bisa membuat lawan terkejut dengan keahlian bertarung yang tidak biasa.
Hal ini memberi waktu bagi principes untuk bernafas karena walaupun hebat tetapi barisan triarii sudah berumur sehingga staminanya tidak lagi sebaik anak muda. pada kondisi ideal lawan akan patah semangat ketika menghadapi triarii yang segar dan mematikan sehingga melarikan diri. mereka akan dikejar oleh hastati serta velites untuk mencegah regrouping di pihak lawan. sistem ini tampak canggih tetapi terlalu mengandalkan pada keutuhan formasi .
Bagaimana sistem manipular bekerja untuk membuka celah ketika melawan formasi phalanx yunani |
Apabila digunakan melawan phalanx ala yunani di tanah lapang dan datar tentu formasi semacam ini bisa bertahan dan berfungsi secara optimal. namun melawan Hannibal, Jugurtha ataupun Cimbri yang jauh lebih agresif dan bertempo cepat, formasi Romawi seringkali terjepit dan hancur tanpa mampu melakukan mekanisme pergantian barisan secara optimal. akibatnya ribuan prajurit di dalamnya tidak mampu bertempur secara layak dan jumlah mereka hanya menjadi beban.
Diawali dengan barisan velites yang segera lari karena lawan langsung menyerbu dengan cepat. mereka tidak bisa menggunakan senjata lempar mereka dengan optimal. lalu hastati langsung adu bentrok dengan garis depan lawan yang memiliki kemampun individu dan pengalaman di atas mereka sehingga dengan mudah kewalahan. mereka bisa mundur tetapi dihantam dan dikejar sedemikian rupa sehingga principes yang menggantikan tidak memiliki ruang gerak.
Bukannya pergantian, yang terjadi adalah barisan hastati didorong mundur kemudian terjepit oleh principes yang tidak bisa mengambil alih pertempuran karena rusaknya formasi. keduanya kemudian didesak tanpa mampu melakukan perlawanan efektif karena terlalu rapat tanpa ruang untuk bertempur. akibatnya barisan terdepan kelelahan tetapi tidak bisa mundur, banyak yang tewas sementara yang di belakangnya hanya bisa melihat sambil berdesak-desakan.
Barisan ketiga yakni triarii pun ketika maju untuk menyelamatkan inti pasukan terpaksa berdesak-desakkan sehingga sudah keletihan sebelum menghadapi lawan. akibatnya performanya melorot drastis dan tidak bisa memberikan waktu yang cukup bagi principes untuk beristirahat, terkadang mereka justru terjebak bersama-sama dengan velites dan hastati yang tidak berani bergerak ke luar formasi karena desakan lawan dari segala sudut.
Kelemahan ini diketahui oleh para veteran dan mereka sudah merumuskan beberapa ide namun tidak ada yang berani mengambil risiko melawan tradisi. Marius menjadi pelopor dengan mengajukan sistem baru yang akan menggantikan sistem manipular. dinamakan sistem cohort yang jauh lebih simple dan lincah karena tidak tergantung dengan mekanisme pergantian barisan. 100 prajurit membentuk centuria. 6 centuria membentuk sebuah cohort (600 orang).
Formasi legion setelah Marius lebih simple dan tiap cohort mampu bertempur secara mandiri |
Sepuluh cohort membentuk satu Legion, dengan perhitungan 10 cohort x 6 centuria x 100 orang didapatkan 6000 prajurit. tidak hanya soal formasi kali ini untuk pertama kalinya semua prajurit Romawi diberikan latihan dan peralatan yang sama. hal ini membuat keahlian tempur setiap prajurit seragam. untuk kemudahan komando setiap cohort diberikan panji mereka sendiri yang memudahkan anggotanya untuk mengetahui dimana posisi mereka seharusnya berada.
Selain dari mengetahui posisi yang diinginkan oleh komandannya, panji tersebut juga berguna sebagai rallying point ketika terdesak. dalam pertempuran yang sengit dimana cohort mereka tampak berantakan dan kehilangan kohesi maka setiap anggotanya akan berusaha berkumpul di sekitar panji tersebut untuk membentuk barisan dan kembali bertahan. di sana terdapat para senior dan perwira menengah yang mampu melakukan perubahan taktik dan memompa semangat.
Ke 10 cohort itu sendiri berpedoman pada satu panji legion yang dinamakan aquila yang berarti elang. kemanapun elang tersebut bergerak maka ke 10 cohort berkekuatan 6000 orang akan selalu mengikuti. dalam perang ketika panji tersebut tidak bergerak maka setiap cohort paham bahwa mereka diharapkan terus bertahan. ketika cohort mereka hancur sekalipun mereka yang tersisi akan berkumpul kembali di sekitar aquila untuk membentuk lapisan pertahanan selanjutnya.
Bukan sekedar cari selamat, cohort pertama penjaga Aquila memang berkekuatan double dari cohort pada umumnya. mereka juga berisi pasukan terbaik dari seluruh legion dan yang terpenting pemimpin legion ada di sana sehingga mampu melakukan perubahan strategi yang dibutuhkan. dengan kekuatan extra, prajurit terbaik dan komando yang utuh maka mereka memiliki kemampuan untuk membalik keadaan atau setidaknya mampu mundur secara teratur.
Dalam keadaan gawat sekalipun semua anggota cohort akan berusaha bertahan, tidak melarikan diri secara sporadis karena diajarkan bahwa aquila merupakan simbol kehormatan setiap legion. kehilangan aquila akan membuat prajurit veteran yang selamat sekalipun belum tentu diterima atau dihormati oleh prajurit legion lainnya. bukan hanya urusan malu dan penolakan semata tetapi hal ini juga tercermin pada bayaran dan jatah makan yang mereka terima.
Aquila (elang) menjadi sentral komando Legion, di kanan adalah panji (signum) Cohort Pertama |
Anggota legion yang kehilangan aquilanya akan diperlakukan sebagai prajurit kelas 2 dengan makanan yang buruk dan bayaran yang jauh lebih miris. mereka ataupun pemerintah Romawi hanya dapat menebusnya dengan merebut kembali aquila tersebut dari tangan musuh. apabila pada perang berikutnya aquila tersebut tidak dapat dirampas kembali maka legion naas tersebut lumrah mendapat tugas menjaga daerah terasing yang paling tidak nyaman dan terlantar.
Masalah kehormatan, bayaran, makanan dan masa depan membuat seluruh 6000 anggota legion termotivasi untuk bertempur secara maksimal. walaupun dalam situasi terdesak tetapi mereka diharapkan mampu mundur secara teratur dengan aquilanya. bagi komando pusat hal ini berarti setiap legion tanpa diperintah mampu bertempur secara maksimal dan mundur apabila terpaksa sehingga mencegah pelarian masal yang bisa membuat gentar legion lainnya.
Sistem Cohort meringankan beban komando pusat dengan membuat setiap legion lebih mandiri. apalagi jumlah 600 prajurit di tiap cohort membuatnya memiliki man power yang cukup untuk menghadapi serangan dari depan dan kedua sisi sekaligus. serangan melambung lawan pada sisi kanan/ kiri yang dahulu begitu mematikan sekarang dapat diserap dan di counter dengan baik karena kesamaan kemampuan prajurit di depan, tengah, belakang ataupun sisi samping.
Arsitektur cohort yang dibuat mampu independen membuat penggunaannya lebih luwes. ke 10 Cohort bisa dibagi untuk tugas yang berlainan tanpa harus kehilangan kohesi atau kemampuan tempurnya secara tidak proporsional. beberapa legion dapat dilebur menjadi satu kesatuan besar atau satu legion dapat membelah diri menjadi banyak cohort untuk menjebak lawan. hal ini dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus kehilangan elemen penggebuk atau bertahan.
Apalagi kerusakan di satu cohort tidak berdampak pada kekuatan tempur ataupun moril dari cohort lainnya. setiap cohort juga mampu melakukan rotasi satuan yang letih tanpa harus merusak keseluruhan formasi tempur, hal ini diputuskan oleh kepala cohort secara mandiri. demikian juga legion dapat melakukan hal yang sama pada cohort yang keletihan. hal ini membuat keletihan perang dapat terbagi secara merata sehingga rasio keselamatan semakin membaik.
Bisa dikatakan militer Romawi yang baru lebih siap dan fleksibel untuk segala jenis perang baik yang bertempo cepat agresif maupun yang lambat dan cenderung pasif bertahan. sekarang mereka mampu marching secara kilat, melakukan serangan dadakan, membuat tipuan dan juga jebakan dalam pertempuran. sesuatu yang sulit mereka lakukan sebelumnya. hal ini membuka banyak kesempatan bagi sang Konsul agar dapat mengalahkan lawan yang berjumlah lebih besar.
Pasukan Romawi setelah reformasi betul-betul berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan latar belakang |
Tentu semua hal di atas hanya berguna apabila Romawi memiliki prajurit yang cukup untuk mengisi legion-legion miliknya. pada waktu itu populasi mereka belum pulih setelah puluhan tahun terlibat dalam perang Punic 1, 2 dan 3 yang ditebus dengan pengorbanan 1/2 juta prajurit. lalu banyak perang lainnya seperti Jugurtha dan kekalahan besar di Noreia dan Arausio yang mengorbankan 100 ribu jiwa. memahami hal ini Marius melonggarkan syarat masuk keprajuritan.
Hal ini nantinya disebut sebagai faktor terpenting dalam Reformasi Marius dimana syarat harus memiliki sebidang tanah agar dapat menjadi prajurit dihapuskan. sekarang semua warga Romawi dari berbagai lapisan sosial bisa ikut serta menjadi prajurit. tidak hanya meniadakan syarat kepemilikan lahan, Marius justru menjanjikan sebidang tanah kepada mereka agar setiap prajurit yang pensiun bisa hidup layak sebagai warga kelas menengah.
Selain menambah penduduk yang bisa direkrut, Marius juga berniat mencari calon prajurit yang secara fisik dan mental mampu tetapi terhalang oleh syarat kepemilikan tanah dan tidak mampu membeli perlengkapannya sendiri. dengan reformasi ini mereka diberikan peralatan oleh negara selama masa tugas. hal ini membuat banyak kaum menegah bawah yang bisa masuk ke dalam keprajuritan sehingga membuat pasukan Romawi lebih tahan banting.
Peralatan tempur juga distandarkan sehingga setiap infantri atau legiuner entah tua, muda, berpengalaman atau tidak, anak pejabat atau bukan semua tetap menggunakan perlindungan dan senjata yang seragam kualitasnya. pedang Gladius bermata 2 ala Hispania menjadi senjata standar, lalu Scutum yakni perisai besar berbentuk oval yang khas, helm perunggu, armor Lorica Hamata (ringmail) yang terkenal unggul, dan beberapa buah Pillum atau lembing lempar infantri.
Kemampuan legiuner dalam membawa perlengkapan menjadi pelajaran bagi prajurit modern |
Semua hal di atas membuat pasukan Marius lebih profesional daripada citizen-soldier yang biasa digelar. sebisa mungkin ia buat mereka layaknya prajurit karier dengan kesempatan berdinas ulang hingga usia pensiun sejauh yang dimungkinkan oleh konstitusi Romawi. hal ini bertujuan untuk menjaga kemampuan pasukannya agar tidak hilang seiringan dengan berakhirnya masa dinas. Marius sendiri hidup di tengah-tengah mereka sebagai penyemangat.
Dengan cepat Marius merebut hati prajurit baru, sebagai Konsul ia makan, tidur, dan bekerja bersama mereka. bahkan ia ikut serta dalam berbagai kegiatan kasar seperti menggali parit atau mendirikan tembok. metode leading by example membuat pasukannya rela mematuhi komandonya. rakyat Roma dibuat kagum melihat pasukan Romawi hasil reformasi yang jarang mengeluh ketika diminta bekerja keras sehingga memberikan julukan baru Keledai Bisu Marius.
Hal yang sangat mengesankan karena citizen-soldier Romawi sebelumnya terkenal berisik dan tidak memiliki disiplin sebaik pasukan kerajaan yang tunduk terhadap jendral atau raja mereka. pasukan Romawi dikenal banyak mengeluh karena merasa sebagai warga yang menghabiskan masa dinas dan bukan prajurit beneran. hal ini diperparah dengan hak berpolitik sehingga di camp militer sekalipun mereka bisa demo dan membangkang terhadap keputusan pimpinan.
Selagi Marius sibuk melatih pasukannya, pasukan besar Cimbri ternyata mengarah ke barat dan berperang melawan orang Gallia. mereka merasa bahwa suku lain lebih mudah untuk ditaklukan daripada Romawi. perubahan ini membuat Marius memiliki waktu yang cukup untuk bersiap. satu tahun lewat, dua tahun lewat dan belum terjadi apa-apa. selama itu Marius terus terpilih sebagai Konsul karena mampu menjaga dukungan terhadap dirinya.
Baik warga Roma ataupun pasukannya tetap mempercayainya dan reformasi yang dijalankannya. mereka berharap semua itu mampu untuk membendung suku Cimbri ketika saatnya tiba. akhirnya pada tahun ke 3 Marius mendapat kabar yang ia tunggu. pasukan Cimbri kembali bergerak. benar saja kali ini mereka mengarah ke dataran italia. perang penentuan nasib Republik Romawi akan segera dimulai dengan Marius dan keledai bisunya sebagai ujung tombak.
Bersambung ke Perang Hidup Mati Republik Romawi
Komentar
Posting Komentar